Posts

Showing posts from July, 2019
Persepsi Waktu Jika waktu mengizinkan kita bertemu, aku ingin bercerita sedikit tentang bagaimana aku kehilangan arah setelah kehilanganmu Sesak di dada tak lagi hadir, ketika melihat kepulanganmu Aku diam tak lagi gembira Kosong hati sudah ditempati Dulu setiap detik jam berdetak, tak pernah membawamu kemari Aku bertanya pada hampa "Mengapa aku dan kamu?" Namun tak ada jawab pasti Hampa tetap sunyi tak berarti Aku teguh meyakini hati Kalau-kalau kisah ini telah usang Tak akan bertransformasi lagi Tapi pastikah semua sesuai, dengan apa yang kita pikirkan? Tidak bisakah bermetamorfosa? Tapi untuk apa dibenahi lagi? Apa hati siap sakit lagi? Atau yakin kau pasti kembali? Seluruh ungkapan tak lagi sama, seperti selustrum yang telah lalu Dan lalu aku sadar, untuk apa selama ini hati kuperdaya, rela membuat koda yang baru, jika pada akhirnya tetap satu tuju, menunggu —s.a
Jumpa Tawamu memecah lorong hati Candamu mempesona kalbu Tak pernah luput tersenyum Demikian saat berada di sisi Benar bila dunia milik berdua Lupa banyak mata di seberang Tersebut nama disetiap hajat Berharapnya pelabuhan akhir Pemilik segenapnya di esok hari Setiap nafas terhembus berisyarat, makna indah yang bertuan Sorak sorai di pesta ini Bising jangkrik malam hari Kau dengar itu? Detak jantung yang bergaduh Karena simpul manis tatapmu —s.a
Aku Pamit Sudah sesak, berhenti nostalgianya Tidak ingin terjebak, dalam bayangmu lagi Kaki memaku jarak Diam jadi tumpuan Mata samar melihat, ia merembah sayu Getir hati bimbang Kepal asa di tangan Merajut kenangan Sudah tak lagi sama Percuma sesali Pun kini sudah hilang Bahkan saat singgah, tak tinggal jejak Bukan salah waktu, ruanglah jedanya Hal macam ini acap terjadi Tapi merelakan itu tak pasti Hujan membungkam sepi Dan jangan ucapkan, dua kata terlarang itu —s.a
Aku menyesal dulu selalu menyalahkan Hujan kalau kau turun di saat yang tak tepat Aku menyalahkan tiap tetesmu yang hanya menimbulkan lara Kini aku sadar, seharusnya kubiarkan saja kau membasahi tubuh, agar aku tahu bagaimana ketulusanmu Kau mengajariku, meskipun telah jatuh berkali-kali, tapi tetap pantang menyerah Kau turun setelah kemarau panjang Memberi arti betapa pentingnya bersabar Kamu itu meneduhkan Menyejukkan hati setiap penikmatnya —s.a Arsip 27 September, 2018
Jarak, Waktu Kau bermaksud pergi dengan meninggalkan kenangan Jarak berbisik ungkapan runyam yang memacu jantung kian kencang Senyummu menyiksa relung hingga sesak dipenuhi angan Aku bertanya disini, mengapa hanya aku yang terusik dengan gelisah? Kau jelas pergi tanpa tahu kapan kembali, berharap janji yang kau ucap terpenuhi Setiap detik mengingatmu, kau tak tahu bahwa aku berharap angin membawamu Katamu tidak boleh ada tangis melepas pergi Kupenuhi pinta dengan segenggam tenaga Tapi kau terlalu jauh melayang dalam pikiranku Dan kau pula, terlalu dalam jatuh ke hatiku Kami terlampau jauh terpisah daratan Hujan tak lagi menggiringmu kemari Cerita usang membuatmu bagai fiksi Dan egoku tidak akan mengusikmu lagi Yang ada hanya harapku pada ombak datang tersenyum padaku Lalu ku bertanya kapan kau kembali Tapi waktu memintaku bersabar Semakin gusar pilu ini Tapi rinduku lebih  —s.a
Hujan: #1 Kini kelabuku tak lagi sama, bukan lagi tentang kisah pilu dan sendu di Selasa siang. Tapi berubah menjadi Kamis mendung dengan rintik hujan. Namun aku tak perlu payung tuk melindungi tubuh. Aku siap menerjang meski paham konsekuensi. —s.a