Legenda Cerita Rakyat : Hikayat Putmaraga
Legenda Cerita Rakyat : Hikayat Putmaraga
Tersebutlah sebuah keluarga miskin
yang tinggal di desa Kalampaian. Keluarga itu terdiri dari seorang ibu dan anak
lelaki satu-satunya. Putmaraga nama anak lelaki itu. Sepeninggal sang ayah,
kehidupan keluarga itu bertambah kesulitan. Kerap Putmaraga dan ibunya
merasakan kekurangan.
Pada suatu malam ibu Putmaraga
bermimpi didatangi seorang nenek renta. Si nenek renta berujar kepadanya,
"Galilah tanah di belakang rumahmu, di antara pohon nangka.”
Keesokan harinya ibu Putmaraga
mengajak anaknya untuk menggali tanah di belakang rumahnya sesuai pesan nenek
renta dalam impiannya. Tidak mereka duga, mereka menemukan sebuah guci Cina
yang sangat besar. Isi guci besar itu membuat ibu Putmaraga dan Putmaraga amat
tercengang. Mereka mendapati intan dan berlian yang sangat banyak jumlahnya di
dalam guci.
Putmaraga memberikan usulnya,
"Kita bawa intan dan berlian ini kepada Kepala Suku. Kita tanyakan kepada
beliau, kepada siapa kita hendaknya menjual intan dan berlian ini.”
Ibu Putmaraga setuju dengan usul
anaknya. Mereka lantas membawa intan dan berlian temuan mereka itu kepada
Kepala Suku.
Kepala Suku menyarankan agar mereka
membawa intan dan berlian itu ke Medangkamulan. Katanya, "Raja
Medangkamulaan terkenal kaya raya. Ia tentu mampu membeli intan dan berlian
kalian yang sangat mahal harganya ini.”
Ibu Putmaraga akhirnya meminta
anaknya itu berangkat menuju Medangkamulan. Ia berpesan agar anaknya itu
senantiasa bersikap jujur dan tidak sombong. "Lekas engkau kembali setelah
berhasil menjual intan dan berlian ini.”
Putmaraga berjanji akan mematuhi
semua pesan ibunya. Dengan menumpang sebuah kapal besar milik seorang saudagar,
Putmaraga akhirnya tiba di Medangkamulan. Benar seperti saran Kepala Suku, Raja
Medangkamulan bersedia membeli intan dan berlian itu dengan harga yang pantas.
Raja Medangkamulan malah menyarankan agar Putmaraga tinggal di Medangkamulan.
Putmaraga lantas berdagang. Usaha
perdagangannya membuahkan hasil yang banyak baginya. Di Medangkamulan itu
Putmaraga terus membesarkan usaha dagangnya hingga beberapa tahun kemudian
Putmaraga telah dikenal sebagai seorang saudagar yang sangat berhasil. Ia
adalah saudagar terkaya di Medangkamulan.
Raja Medangkamulan sangat terkesan
dengan semangat dan usaha Putmaraga. Ia pun menikahkah salah satu putrinya
dengan Putmaraga. Usaha dagang Putmaraga kian membesar setelah ia menjadi
menantu Raja Medangkamulan.
Putmaraga menyatakan kepada istrinya
bahwa ia masih mempunyai ibu. Ia bahkan menjanjikan kepada istrinya untuk
menemuinya ibunya. Karena janjinya itu maka istrinya berulang-ulang menyatakan
keinginannya untuk bertemu dengan ibu Putmaraga itu. Karena terus didesak
istrinya, Putmaraga tak lagi bisa mengelak. Ia segera memerintahkan kepada anak
buahnya untuk menyiapkan kapal yang besar lagi mewah miliknya yang akan
digunakannya untuk berlayar ke kampung halamannya.
Setelah berlayar beberapa waktu
Iamanya, kapal besar lagi mewah milik Putmaraga itu akhirnya merapat di
pelabuhan Banjar, di wilayah asal Putmaraga. Dalam waktu tak berapa lama
kedatangan Putmaraga dengan kapal miliknya itu menyebar diketahui warga.
Kekaguman warga pun tertuju pada Putmaraga, seseorang yang dahulu mereka kenal
hidup miskin bersama ibunya.
Tak terkirakan gembira dan
bahagianya hati Ibu Putmaraga ketika mendengar kedatangan anaknya. Sampan
kecilnya segera dikayuhnya menuju tempat di mana kapal anaknya tengah merapat.
Kerinduannya bertahun-tahun kepada anaknya itu hendak dituntaskannya. Seketika
mendekati kapal yang besar lagi mewah itu, Ibu Putmaraga lantas menyebutkan
kepada penjaga kapal, "Saya ini ibu Putmaraga. Sampaikan kepada Putmaraga,
saya ingin bertemu dengannya."
Dari geladak kapalnya, Putmaraga
melihat kedatangan ibunya. Mendadak ia merasa malu hati mengakui jika perempuan
tua yang berpakaian lusuh lagi kumal itu adalah ibunya. Putmaraga menolak
kedatangan ibunya dan bahkan memerintahkan kelasinya untuk mengusir ibunya.
Katanya keras-keras seraya bertolak pinggang,
"Usir perempuan tua buruk rupa
yang mengaku ibu kandungku itu! Ia bukan ibuku! Ia hanya mengaku-ngaku!"
Tak terkirakan terperanjatnya Ibu
Putmaraga mendengar ucapan anaknya. Ia berusaha keras untuk menyadarkan
anaknya, namun Putmaraga tetap juga menolak untuk mengakui sebagai anaknya.
Bahkan, ketika istrinya pun turut menyadarkan, Putmaraga tetap bersikukuh jika
perempuan tua itu bukan ibunya.
Ibu Putiparaga bergegas pulang ke
rumahnya. Ia mengambil ayam bekisar jantan dan ikan ruan yang dahulu dipelihara
Putmaraga. Seketika ia telah kembali ke kapal besar milik Putmaraga, ia pun
menunjukkan dua hewan itu seraya berkata, "Putmaraga anakku, Iihatlah dua
binatang kesayanganmu ini. keduanya tetap Ibu rawat selama engkau pergi ke
Medangkamulan. Apakah engkau masih tidak percaya jika aku ini ibumu?"
"Tidak!" seru Putmaraga.
"Engkau bukan ibuku! Engkau hanya perempuan tua yang mengaku-ngaku sebagai
ibuku karena menginginkan harta kekayaanku! Kelasi, usir perempuan tua itu dari
kapalku ini!"
Putmaraga sangat jengkel karena
melihat ibunya tetap berusaha menjelaskan jika ia adalah ibu Putmaraga. Karena
jengkelnya, Putmaraga lantas melempari ibunya dengan kayu-kayu. Salah satu
lemparan itu telak mengena ibunya hingga ibunya jatuh terpelanting.
Ibu Putmaraga merasa putus asa.
Sakit benar hatinya mendapati sikap anaknya yang durhaka terhadapnya itu. Ia
pun kembali ke rumahnya seraya mengayuh sampan kecilnya. Air matanya terus
bercucuran ketika meninggalkan kapal milik anaknya itu. Dengan hati remuk
redam, ia pun berdoa kepada Tuhan, "Ya Tuhan, sadarkanlah kedurhakaan anak
hamba itu."
Seketika setelah ibu Putmaraga
berdoa, alam tiba-tiba menampakkan kemarahannya. Langit yang semula cerah
berubah menjadi amat gelap. Awan hitam bergulung-gulung. Kilat berkerjapan
laksana merobek-robek langit yang disusul dengan gelegar petir berulang-ulang.
Angin topan mendadak datang, menciptakan gelombang yang menderu-deru dengan
kekuatan dahsyatnya. Semua kemarahan alam itu seperti tertuju pada Putmaraga
yang kebingungan serta ketakutan di dalam kapal besar lagi mewahnya.
Kapal Putmaraga seketika itu
digulung gelombang air berkekuatan dahsyat.
Sadarlah Putmaraga akan kedurhakaan
besarnya terhadap ibu kandungnya. Ia pun berteriakteriak meminta ampun kepada
ibunya. Namun, semuanya telah terlambat bagi Putmaraga. Kedurhakaan besarnya
kepada ibunya tidak berampun.
Kapal besar lagi mewah itu sirna
ditelan ombak besar bergulung. Seketika alam telah kembali tenang, kapal besar
lagi mewah milik Putmaraga itu mendadak menjadi batu.
Pesan
moral dari Kumpulan Legenda Cerita Rakyat : Hikayat Putmaraga adalah
kedurhakaan kepada orangtua, terutama ibu, akan berbuah kemurkaan Tuhan.
Sekali-kali janganlah kita berani durhaka jika tidak ingin mendapatkan
kemurkaan Tuhan.
Comments
Post a Comment